tiga bulan berlalu dari sejak saya kehilangan Kamila. Rasanya sekarang hati dan pikiran sudah jauh lebih baik. Kesibukan di kantor dan di dapur membuat saya mulai melupakan tragedi di akhir Desember 2009.
sampai akhirnya hari ini, 4 April 2010, tetangga saya meninggal. Hati ini tak ingin datang ke rumah duka, tapi karena rumah beliau tepat di depan rumah saya, maka saya kuatkan hati untuk datang bertakziah.
Benar juga, air mata ini tak terbendung saat memasuki rumah si bapak yang mantan jaksa ini.
Saya akhirnya bisa mengendalikan diri dengan cara menarik nafas dalam2 dan istighfar. Perasaan kembali tenang.
Saya bukan orang yang kuat dan tabah melihat kematian. Mulai dari kehilangan kakak, nenek, dan Kamila, rasanya tak mampu berpisah dari mereka.
Suatu saat pernah saya terpaku dan terdiam, lalu mulai merenungkan, bahwa saya toh akan mati. Ayah, ibu, suami, adik, dan orang2 yang saya kasihi kelak akan kembali pd Allah. Semua yang ada di sekitar kita dan melekat dalam diri kita dalah milik Allah.
Melihat kematian menyadarkan saya akan banyak hal. Mendekatkan diri pada keluarga, berbakti pada suami dan orang tua (juga mertua). Mencoba lebih memelihara mulut dari perkataan kotor, memelihara hati agar tidak melakukan dan memikirkan hal2 yang dibenci Allah.
Melihat kematian membuat saya makin tegar menghadapi saat2 paling sulit dalam hidup saya. Dan bersyukur pula atas semua yang diberikan Allah hingga usia saya beranjak 30 tahun sekarang.
Alhamdulillah. Saya memiliki orang tua, mertua, suami, adik2, saudara, teman2 yang memahami dan menyayangi saya.
Ya Allah semoga kebahagiaan dan kedamaian hati senantiasa Engkau karuniakan pada mereka. Amiin.