Sebenarnya tak ingin curhat, tapi mau bagaimana lagi ya, setiap kali bertemu teman2 yg sudah lama tak bersua, mereka selalu menanyakan detail kabar saya. Jadi daripada mereka bertanya terus, lebih baik cerita di sini, biarkan mereka membaca sendiri saja...
Sesungguhnya saya tak berani menjawab, bahkan tak ingin menjawab pertanyaan mereka tentang perasaan saya dan suami skrng atau tentang bidadariku Kamila. Setiap kali ingin menjawab, tenggorokan saya tercekat, mata saya mulai terasa panas dan berair. Rasanya ingin kubisikkan pada teman2ku: i'll be alright, i just need time. Time will heal :) but please, don't ask me about her now.
Sekarang ini, sejujurnya saya merasa tak seperti dulu lagi. Seperti terlahir kembali dengan keadaan yang berbeda, di mana saya harus belajar banyak hal dari nol lagi.
Sungguh tidak mudah, tapi juga tidak sulit karena saya berusaha keras untuk bangkit kembali.
Keterpurukan itu berawal dari kepergian putriku setelah 10 jam dilahirkan lewat operasi cesar. saya merasa terpukul, stres, depresi, lalu kekuatan fisik menurun drastis, dan mulailah penyakit2 menyerang.
Dua setengah bulan saya berjuang melawan bakteri yang menggerogoti lapisan kulit perut saya akibat infeksi pasca operasi cesar. Dalam jangka waktu tersebut, saya juga harus menjalani dua kali operasi, serta empat kali opname di rumah sakit.
Dokter mengatakan sakit saya tak bisa sembuh total, dan bahkan tak ada obat yang mujarab menyembuhkan.
Dalam keadaan lemah di atas pembaringan dan rasa kehilangan yang teramat dalam, saya bisikkan syukur pada Allah: ada suami dan keluarga besar saya yang memberi dukungan luar biasa. Alhamdulillah, mereka tak kenal lelah menyemangati saya agar segera pulih.
Teman2 di Facebook, teman2 di kantor bahkan atasan saya memberikan perhatian yang cukup besar pula. Semua itu membuat saya bertekad untuk bangkit kembali. Saya mulai makan teratur, minum obat2an herbal buatan bapakku tercinta, minum sari ikan gabus buatan mertua (yang amisnya minta ampun dan ga enak sama sekali hehehe). Saya juga selalu tekankan pada diri sendiri bahwa saya bisa sembuh, Allah sayang
1 Maret 2010 menjadi sebuah awal baru bagi saya. Untuk pertama kalinya saya keluar rumah, belajar berjalan, belajar duduk agak lama, dan belajar "bertemu" dengan orang lain (sejak Kamila pergi saya sempat menutup diri dari semua orang yang datang, saya tak sanggup melihat kesedihan di mata mereka atau menjawab pertanyaan tentang penyebab meninggalnya Kamila).
Pada sata itu pula saya injakkan kaki di pesawat Sriwijaya yang membawa saya kembali ke Jakarta. Luka bekas operasi masih sangat sangat nyeri, saya juga tak kuat berjalan atau berdiri agak lama. Tapi bapak yang mengantar saya ke Jakarta meyakinkan bahwa kelak saya bisa sehat lagi, bisa punya anak lagi, dan bisa lebih sabar serta tabah menghadapi persoalan hidup selanjutnya.
"Tidak semua orang bisa menjalani apa yang kamu alami sekarang, nduk. Kamu harus bersyukur Tuhan memberimu kekuatan untuk bangkit kembali. Jangan menyerah," kata bapakku dengan mata berkaca-kaca.
Proses adaptasi dan pembelajaran berikutnya adalah di kantor. Tak mudah masuk kerja pada hari pertama, saya "mendekam" di ruang Setper dan tak mau keluar ruangan terlalu sering. Lagi2 saya masih takut bertemu teman2, takut ditanya tentang Kamila, takut tak kuasa menahan air mata.
Hari kedua, saya datang dan pulang kantor dengan kepala tertunduk dalam2. Petugas keamanan gedung, pak satpam, resepsionis dll menyapa saya sambil menanyakan kabar, menanyakan Kamila, dan menanyakan bagaimana lucunya Kamila sekarang, atau sudah bisa apa Kamila sekarang.
Sungguh, saya ingin lari saat itu juga. Walaupun akhirnya saya jawab saja sebisanya, tanpa menjelaskan bahwa bidadariku itu telah pergi.
Bu Nana (my bos) mengatakan "pertanyaan teman2 itu adalah bentuk simpati dan rasa kasih sayang padamu, Desy. Jangan salahkan mereka atau jangan menghindar dari pertanyaan mereka. Hadapi dengan kuat,".
Yaaaa dan akhirnya saya bisa menghadapi itu semua. Belajar dan memulai semua dari awal lagi.
Sekali lagi, itu tak mudah. Kadang diam2 saya menitikkan air mata, teringat bagaimana Kamila di dalam perut selalu merespon lagu2 yang saya gumamkan, atau bergerak2 ketika saya ajak shalat dan mendoakan kami sekeluarga, atau ketika si ayah mengajaknya bicara.
Hmmmh....i told myself, life must go on, Des. Kamila is part of your life that you cannot forget. Save a place in your heart for her and pray to God, that you'll be together with her in heaven. Amiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar